Wednesday, February 5, 2014

Cerita Liburan

Liburan. Sebulan. Entah apa yang harus kulakukan supaya liburanku kali ini berkesan. Khayalan terus melayang ke sebuah pulau eksotik idaman, berharap supaya waktu semakin mendekatkanku ke tempat tujuan.

-----

Menonton ulang film-film pendek bersama kakak dan seorang teman di sebuah mall di Jakarta Selatan. Meskipun ada juga beberapa film baru yang belum pernah kutonton. Merasakan suasana pertunjukan yang berbeda. Hanya segelintir yang memenuhi kursi yang disediakan, sisanya sibuk berputar dengan keramaian di belakang.

Ada sebuah film baru, yang mana pada malam sebelumnya aku baru saja membaca artikel wawancara lengkap dengan filmmaker-nya. Filmmaker itu memang terkenal (dan aku baru mengetahuinya belakangan). Ia terkenal karena filmnya berhasil masuk di salah satu dari tiga festival film internasional yang paling bergengsi. Tentu saja aku senang sekaligus penasaran ingin melihat seperti apa film yang dibuatnya.

Akhirnya aku menonton juga! Film itu cukup berani dan berbeda jika dibandingkan dengan yang lain. Payahnya, aku tak cukup lihai meraba apa makna sebenarnya yang ingin disampaikan oleh penciptanya. Namun aku tetap suka, karena ia membiarkan kami para penonton untuk memaknai film itu dengan ragam subjektif kami masing-masing. Ia memberi kami ruang. Ruang yang sangat bebas dan liar, tergantung dari seberapa dalam kita ingin tenggelam.

Oh ya, hal menyenangkan dari menonton film adalah berbagi imajinasi dengan orang di sekelilingmu seusai pertunjukkan. Berbagi perspektif. Pemaknaan berbeda memperkaya pelangi imaji, bukan?

-----

Malam itu bersama kakakku, setelah seharian bepergian, disuguhi kemacetan panjang yang membuat kami bosan. Kami membelokkan mobil ke sebuah mall di pinggiran, berujung di sebuah gerai kopi favorit dan memesan satu gelas minuman. Waktu menunjukkan pukul 21.30, sebentar lagi aktivitas mall akan segera usai, namun tidak mengurungkan niat banyak orang untuk tetap berdatangan. Kami memutuskan untuk duduk di luar, menyesap sedikit demi sedikit cappuccino hangat yang kami pesan. Duduk berhadapan agak berjauhan. Menghilang dari kemacetan dan bersantai sejenak, diiringi bau hujan dan semilir angin yang membuat rambutku berantakan.

Suasana di luar cukup ramai. Berada di dekat jalan utama yang dipenuhi peluh dan keluh kesal kendaraan bermotor dengan suara mesin dan klaksonnya yang berisik sempat membuat kami terusik. Namun di tengah kebisingan dan reruntuhan hujan itulah kami mencoba untuk ikut larut dan menikmati detik tiap detik.

> Pepperland - The Beatles

Pembicaraan mengalir perlahan. Obrolan ringan mengenai masa depan. Semakin menua, semakin kami melihat perjalanan panjang yang dihiasi banyak beban dan harapan. Lini terbaik dari obrolan kami malam itu adalah: hidup jangan dipikir, tapi dijalani. Menyentak, mengingat aku sangat suka terlarut dengan pikiran dan ketakutan yang berlebihan.

Aku akan mengambil sebuah resiko besar di depan. Kurasa sekarang aku (sudah cukup) siap. Berhenti berpikir terlalu jauh, lakukan saja apa yang ada di angan-angan. Seperti itulah yang harus kulakukan. Pasti bisa kan? Aku akan keluar dari zona nyaman. Jangan dipikir aku akan senang. Aku hanya mencoba menjadi lebih rasional. Selalu ada yang harus dikorbankan. Seperti itulah hukumnya jika ingin bertahan.

-----

Sekarang. Hari entah keberapa liburan. Masih kosong.

-----


Hutan Pancar Sentul. Salihara. Taman Ismail Marzuki. Hutan Mangrove PIK. Kineforum. Toko Roti Tan Ek Tjoan. Gereja Katedral. Es Krim Ragusa. Stasiun Gambir. Taman Menteng. Bandung. Jalan Braga. Bukit Moko. Selasar Sunaryo. Gedebage. Kereta. Perjalanan. Buku, iPod, Pemandangan. Yogyakarta.

Take me there, pretty please?