Thursday, November 19, 2015

Cerita Cinta Anak Zaman

Selama 21 tahun aku hidup, aku menyadari bahwa aku hanya benar-benar mencintai seorang lelaki. Ia adalah lelaki miskin yang tinggal bersama orang tua angkat yang menyayanginya. Pernah sekali aku menginap di rumah mereka yang gelap dan pengap. Lantainya belum dilapis keramik, sehingga aku harus merelakan kakiku menjadi hitam karenanya. Ada seekor anjing buduk hitam yang setia berkeliaran disana, aku lupa siapa namanya. Mungkin Heli, Neli, Guguk, atau siapalah itu.

Di halaman depan rumahnya yang sempit, terdapat kamar mandi dengan tembok rendah yang memungkinkan siapa saja (dengan sedikit usaha) untuk bisa mengintip ke dalam. Untungnya tidak ada mata keranjang yang berkeliaran ketika aku sedang mandi. Jika ada pun, aku dengan sigap akan menenggelamkannya ke dalam sumur yang berada di dalam kamar mandi, silahkan tidur nyenyak dengan laba-laba dan sarangnya yang lengket! Sejujurnya, aku tidak bisa membayangkan bagaimana masa kecil dan remajanya yang dihabiskan di rumah itu.

Kami sering terlibat dalam percakapan yang dalam, meskipun kami sama-sama tidak mengakui betapa kami menyukai percakapan tersebut dan ingin berlama-lama disana. Berbagi mimpi, masalah, harapan, dan ketakutan. Aku, sebagai pendengar kisahnya yang setia, mampu menyortir episode favoritku yang mungkin menjadi alasan mengapa ia pantas aku cintai.

I.
Ia terbiasa bahagia dengan cara yang sederhana; sesederhana bisa memiliki majalah dengan kertas yang mengkilap dan berwarna dari pamannya, di saat teman-teman seusianya masih berkutat dengan kertas koran yang jelek. Kebahagiaan lain juga ia dapatkan ketika mendapati buku tulis bersampul kertas kalender miliknya tertata rapih sehingga memudahkan ia belajar dan membaca ulang catatannya. Bersama dengannya sejauh ini membuatku mampu bahagia pula dengan cara yang sederhana, termasuk tertawa lepas melalui humor kacangan yang ia sodorkan padaku atau menenggelamkan diri kepada buku kala sendiri.

II.
Ia cenayang. Ia mengetahui apa yang ada di pikiranku tanpa aku harus mengutarakannya kencang-kencang. Ia lelaki yang tidak romantis, ia tidak pernah memberiku bunga meskipun ia tahu bahwa aku sangat menyukainya. Namun, melalui perilaku sederhanya dalam kehidupan sehari-hari, ia memenuhi checklist sebagai lelaki puitis versiku.

Berulang kali ia membacakan cerita kesukaanku, memberiku ucapan selamat ulang tahun yang tulus, atau menafsirkan arti lukisan yang menggantung di ruang tamu. Waktu itu lukisan penari Bali yang sering membuat bulu kudukku berdiri karena aku merasa mata dari penari itu setia membuntutiku. Ke kiri, ke kanan, mata itu terus menatapku tajam. Ia justru tertawa kencang dan berkata bahwa lukisan itu seakan hidup karena ada jiwa dari si pelukis yang dituangkan disitu. Aku pun mulai menikmati jiwa itu dan memaknai ruang perspektifku sendiri. Aku membayangkan bahwa si pelukis mungkin saja memiliki ikatan dengan penari itu namun entah bagaimana salah satu dari mereka harus menghilang dimakan ilalang. Mungkin sang penari lah yang menghilang, sehingga pelukis memutuskan untuk mengenangnya melalui goresan kuasnya.  

Kami saling mengisi ruang perspektif masing-masing tanpa ada peran yang salah dan yang benar. Kami tidak pernah bertengkar, karena kami selalu meyakini bahwa semua hal di dunia ini adalah hal yang relatif dan multi perspektif. Banyak orang yang mencemooh kami tidak punya pendirian karena kami begitu toleran pada keadaan apapun dan siapapun! Masa bodoh. Inilah cara kami menjadi merdeka dengan menjadi diri kami sendiri yang memahami tiap subjek dan objek dengan segala relativitasnya.

III.
Ia menghargai perjuangan, karena ia sendiri melakukannya. Menyadari bahwa ia harus berjuang untuk hidup, karena hidup tidak akan memberi emas pada kepala yang cetek dan badan yang malas. Berbekalkan senjata yang dimilikinya berupa bongkahan kemauan, ia belajar dengan banyak membaca dan mencatat. Sekali waktu ia pernah menceritakan padaku bahagianya ia ketika diterima sebagai mahasiswa Geografi di Universitas Indonesia melalui jalur PMDK. Aku ikut senang bukan kepalang. Tapi toh kebahagiaannya tidak bertahan lama, karena ia keburu dihujam kenyataan. Kuliah membutuhkan biaya yang tidak sedikit, ditambah dengan biaya yang harus dikeluaran untuk membayar kos dan lain-lainnya. Pupus sudah, ia gagal menjadi mahasiswa UI yang pretensius. Diam-diam aku kecewa, dengan diterimanya aku di Universitas Gadjah Mada, tentu aku menginginkan ia juga bisa kuliah sama seperti aku.

Lalu bagaimana?

Ia pun memutuskan untuk menjadi tentara, dimana segalanya tidak membutuhkan biaya alias gratis. Menjadi tentara merupakan jalan yang aman dan menjanjikan. Setelah menempuh 4 tahun pendidikan, ia bisa langsung bekerja dan mengabdi untuk negara. Nasib baik berpihak kepada yang pantas, ia pun mendapatkannya: menjadi tentara di angkatan udara. Hal ini tidak diperolehnya dengan mudah, karena ia harus melewati berbagai tes yang menguji mental dan raga. Kini aku mengetahui kegunaan dari bambu-bambu yang dipasang di halaman samping rumahnya yang ternyata biasa ia gunakan untuk latihan pull-up. Kegemarannya berenang yang ternyata ia lakukan untuk melatih kekuatan paru-parunya. Tangannya yang kapalan ketika bersalaman denganku yang ternyata disebabkan karena sering berlatih push up, sit up, dan back up di rumahnya yang berlantai kasar. Kertas-kertas bergambar house, tree, person yang ia tinggalkan di kamar sebagai latihan psikotestnya. Ia juga memiliki kesukaan yang sama denganku yaitu lari. Pernah ia berlari sangat jauh, melewati banyak sawah dan jalan raya, sampai pada titik ia masuk rumah sakit karena dianggap overtraining.

IV.
Selama hidup bersama, ia tidak pernah menghardik atau mengecamku. Sebaliknya, ia selalu menawarkanku solusi maupun jalan tengah yang lebih sering menguntungkanku. Ia tidak pernah mendikte aku harus ini itu. Ia tidak pernah merasa superior atas diriku. Ia juga tidak pernah melarangku melakukan hal apapun yang ku mau. Aku merasa menjadi sepenuhnya merdeka dengan segala kebebasan yang diberikannya. Suatu hari aku pernah bertanya mengapa ia membiarkanku terus terbang, nyatanya ia selalu percaya bahwa:
"Anakmu, adalah bukan anakmu. Mereka adalah anak zaman."

Maka ia membiarkanku terbang dan lepas mengikuti zaman.

Aku adalah anak zaman. Aku bisa menyeberangi zaman yang linear dimana ia dan aku hidup. Jangan sekalipun memberiku larangan atau kecaman, karena aku dididik oleh zaman untuk selalu berteriak keyakinan. Jangan pernah sekalipun membuat posisiku menjadi superior atau inferior, karena aku adalah anak zaman! Aku belajar oleh zaman bahwa pernah terjadi perjuangan kelas yang begitu sengit dan dengki, maka aku pun akan berusaha menggeser posisiku kapan saja agar menjadi setara. Jangan sekali-kali menunjukkan kesombongan, karena sama saja kamu sedang mengumbar isi otakmu yang dungu. Kecuali, kamu menawarkan kebanggaan atas prestasi atau hasil keringatmu, maka akan kuberikan nilai seratus. Jangan tawarkan apapun yang fana, cukup saja kesediaan untuk mendengar dan bertahan. Itu lebih sederhana dan bermakna, pasti aku akan lebih menghargainya. Karena aku adalah anak zaman! Anak yang melihat kisah bahwa berlian bisa mencabik-cabik tengkuk dan pembuluh darah seseorang hingga terjengkang.

Ia, dan aku

4 comments:

  1. Raras this is soooo beautifully written... OMG :') I can see where you got that positivity and everything. This made me miss my late dad too. And made me remember again how beautiful it is to pour a deep thought in.... Bahasa Indonesia :') ❤️ Keep writing! *followed*


    Sherry from ♕ SheemaSherry ♕ blog (www.sheemasherry.com)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wow we meet again on the blogsphere, thank you kak! Yes, terkadang merasa lebih jujur ketika menulis dengan bahasa Indonesia. Salam untuk Ayah! :)

      Delete
  2. Luar biasa sekali ayah raras, pantas aja pribadimu patut untuk dikagumi :)

    ReplyDelete
  3. Ingin cari hunian untuk work from Bali? Bisa ke The Ambengan Tenten aja karena kami memiliki fasilitas lengkap dari Private Office, Swimming Pool, Yoga Studio, Gym dan masih banyak lagi fasilitas penunjang lainnya. Kami juga menyediakan apartemen di Bali untuk cara work from Bali (WFB) bagi Anda yang memiliki mobilitas tinggi dalam berbisnis.

    ReplyDelete