Saturday, March 26, 2016

Menyatukan Serpihan

Puisi-puisi malamku kerap berkawan dengan bisingnya isi otakku. Ia tumpah. Warnanya merah, sunyi, suka, sesal, cinta, amarah. Kali ini, ia harus berdamai dengan serpihan ingatanku yang berserakan di parfum mobil, tempat tidur, udara malam yang membuat paru-parumu busuk, pintu rumah, gelas kaca, dan anak tangga.

Kebisingan itu menempel di ragaku, sekali waktu. Aku menemukan diriku di tengah orang-orang yang terkadang suka mencari-cari perkara di muasal yang fana. Mereka gemar berteriak dan berkata banyak. Semua orang merayakan kehebatannya dan menyombongkan hasil yang telah diusahakannya dalam setahun atau semalam. Jejak mereka tertinggal di bayang-bayang yang berhasil diamankan.

Entah, ketika ragaku berkawan dengan kebisingan yang semula aku cemaskan. Jiwaku berteduh di lampu temaram. Waktu itu gelap, yang kulihat hanya seberkas kesanggupan dan kesabaran. Dan aku terjerembab.


Catatan:
Kalau kamu tidak mengerti apa maksudku, pahamilah menurut perspektifmu sendiri. Aku tidak hadir untuk menuliskan penggambaran gamblang. Aku menulis ini untuk mengungkapkan ingatan, yang terkadang hanya butuh waktu luang dan sedikit nafas yang tidak memburu. Suatu saat ketika kamu membaca ingatanku, bisa jadi aku sudah hanyut bersama kelu.

No comments:

Post a Comment