Monday, July 25, 2016

Hujan Kebaikan, Novena




Saya mungkin bukan seorang relijius yang bisa anda dapati sedang berlaku baik dan tulus dimanapun saya berada. Saya juga bukan manusia yang dikandung tanpa noda dan cela. Kali ini saya hanya akan berbagi kebaikan yang saya peroleh dari hasil berdoa. Ya. Novena Tiga Salam Maria adalah doa yang didaraskan oleh umat Katolik sebagai devosi khusus kepada Bunda Maria. Doa ini dilakukan selama 9 hari berturut-turut pada jam yang sama (namun seringkali saya juga sering telat atau melakukannya pada jam yang berbeda).


Dengan percaya, saya meminta. Saya berterima kasih. Saya mengadu. Saya bercerita. Saya berkeluh kesah. Saya mengungkapkan apapun yang berada di dalam isi hati saya. Terkadang saya melakukannya sembari terjaga, setengah tertidur, melalui layar di depan mata, berkata tanpa suara, dan lainnya.


Kabar baiknya: saya mendapatkan hal baik di hari ke 9 saya berdoa. Sudah berkali-kali saya memperolehnya melalui cara dan jalan yang tidak terduga. Ups... Padahal saya hanya seorang manusia yang notabene juga pendosa.


Oh ya, saya rasa, kebaikan ini juga berasal dari doa yang bermuara di mulut-mulut kecil manusia yang mudah terlupakan. Padahal, senyum dan doa mereka bisa saja adalah kata-kata yang paling ingin didengar oleh sang kuasa. Atau, bisa juga dari burung gereja dan kucing jalanan yang suka menyelinap di antara kaki kita sewaktu makan di pinggir jalan.


Tenang, saya tidak meminta anda untuk percaya dengan saya. Saya tidak meminta anda untuk mengimani apa yang saya percaya. Saya hanya ingin menyebarkan kabar baik ini sebagai salah satu bentuk bersyukur. Karena (mungkin) (bisa jadi) berbagi kabar baik lebih menyenangkan dibanding berbagi kabar buruk mengenai kehidupan orang lain.


Do believe in who you believe, in what you believe, in how you do your beliefs. Karena pada dasarnya, semua berujung pada yang satu.


Selamat merayakan kehidupan.



Yogyakarta, 25 Juli 2016

Saturday, July 16, 2016

Alpha

Kali ini aku mencoba berdamai dengan gunungan kecamuk yang bergelayut di derai tawa tumpukan orang-orang yang mengular di festival. Mereka beramai-ramai ingin memainkan perspektif dan menancapkan ego pemaknaan masing-masing pada film yang menuai hingar bingar. Harusnya. Entah juga jika hanya ingin selewat untuk kemudian pulang dan tidur malam.

Aku justru terpaku pada awalan yang membuat denyutku bertalu dan tangis pecah, Ave Maria di sela-sela kaki anak laki-laki memainkan petasan. Ah Maria... Dan alunannya seriosa. 

Dari keramaian itu sunyi mengetuk pintu. Berkali-kali ia mencumbu keyakinan semu. Tentang bagian-bagian yang terserak berantakan di berbagai dimensi waktu. Sesaat rindu, tapi lebih sering kelu. Atau mati rasa, rupanya.

Oh malang... Berapa hati yang sudah kubuang. Berapa sedu sedan yang kuanggap hilang. Tentang hujan dan berapa pesananku yang tidak pernah sama dari waktu ke waktu. Tidak tahu. Tak pernah mau tahu.

Lagipula, aku tidak pernah menulis untuk atau tentangmu.