Liburan. Sebulan. Entah apa yang harus kulakukan
supaya liburanku kali ini berkesan. Khayalan terus melayang ke sebuah pulau
eksotik idaman, berharap supaya waktu semakin mendekatkanku ke tempat tujuan.
-----
Menonton ulang film-film pendek bersama kakak dan
seorang teman di sebuah mall di Jakarta Selatan. Meskipun ada juga beberapa
film baru yang belum pernah kutonton. Merasakan suasana pertunjukan yang berbeda.
Hanya segelintir yang memenuhi kursi yang disediakan, sisanya sibuk berputar dengan
keramaian di belakang.
Ada sebuah film baru, yang mana
pada malam sebelumnya aku baru saja membaca artikel wawancara lengkap dengan filmmaker-nya. Filmmaker itu memang terkenal (dan aku baru mengetahuinya
belakangan). Ia terkenal karena filmnya berhasil masuk di salah satu dari tiga festival film internasional yang paling bergengsi. Tentu saja aku senang sekaligus penasaran ingin melihat seperti
apa film yang dibuatnya.
Akhirnya aku menonton juga! Film itu cukup berani
dan berbeda jika dibandingkan dengan yang lain. Payahnya, aku tak cukup lihai
meraba apa makna sebenarnya yang ingin disampaikan oleh penciptanya. Namun aku
tetap suka, karena ia membiarkan kami para penonton untuk memaknai film itu
dengan ragam subjektif kami masing-masing. Ia memberi kami ruang. Ruang yang
sangat bebas dan liar, tergantung dari seberapa dalam kita ingin tenggelam.
Oh ya, hal menyenangkan dari menonton film adalah
berbagi imajinasi dengan orang di sekelilingmu seusai pertunjukkan. Berbagi
perspektif. Pemaknaan berbeda memperkaya pelangi imaji, bukan?
-----
Malam itu bersama kakakku, setelah seharian
bepergian, disuguhi kemacetan panjang yang membuat kami bosan. Kami membelokkan
mobil ke sebuah mall di pinggiran, berujung di sebuah gerai kopi favorit dan
memesan satu gelas minuman. Waktu menunjukkan pukul 21.30, sebentar lagi
aktivitas mall akan segera usai, namun tidak mengurungkan niat banyak orang
untuk tetap berdatangan. Kami memutuskan untuk duduk di luar, menyesap sedikit
demi sedikit cappuccino hangat yang
kami pesan. Duduk berhadapan agak berjauhan. Menghilang dari kemacetan dan
bersantai sejenak, diiringi bau hujan dan semilir angin yang membuat rambutku
berantakan.
Suasana di luar cukup ramai. Berada di dekat jalan
utama yang dipenuhi peluh dan keluh kesal kendaraan bermotor dengan suara mesin
dan klaksonnya yang berisik sempat membuat kami terusik. Namun di tengah
kebisingan dan reruntuhan hujan itulah kami mencoba untuk ikut larut dan
menikmati detik tiap detik.
> Pepperland - The Beatles
Pembicaraan mengalir perlahan. Obrolan ringan mengenai masa depan. Semakin
menua, semakin kami melihat perjalanan panjang yang dihiasi banyak beban dan harapan.
Lini terbaik dari obrolan kami malam itu adalah: hidup jangan dipikir, tapi dijalani. Menyentak, mengingat aku sangat
suka terlarut dengan pikiran dan ketakutan yang berlebihan.
Aku akan mengambil sebuah resiko besar di depan. Kurasa
sekarang aku (sudah cukup) siap. Berhenti berpikir terlalu jauh, lakukan saja
apa yang ada di angan-angan. Seperti itulah yang harus kulakukan. Pasti bisa
kan? Aku akan keluar dari zona nyaman. Jangan dipikir aku akan senang. Aku
hanya mencoba menjadi lebih rasional.
Selalu ada yang harus dikorbankan. Seperti itulah hukumnya jika ingin bertahan.
-----
Sekarang. Hari entah keberapa liburan. Masih
kosong.
Hutan Pancar Sentul. Salihara. Taman Ismail
Marzuki. Hutan Mangrove PIK. Kineforum. Toko Roti Tan Ek Tjoan. Gereja
Katedral. Es Krim Ragusa. Stasiun Gambir. Taman Menteng. Bandung. Jalan Braga.
Bukit Moko. Selasar Sunaryo. Gedebage. Kereta. Perjalanan. Buku, iPod, Pemandangan.
Yogyakarta.
Take me there, pretty please?
No comments:
Post a Comment