Puisi-puisi malamku kerap
berkawan dengan bisingnya isi otakku. Ia tumpah. Warnanya merah, sunyi, suka,
sesal, cinta, amarah. Kali ini, ia harus berdamai dengan serpihan ingatanku
yang berserakan di parfum mobil, tempat tidur, udara malam yang membuat
paru-parumu busuk, pintu rumah, gelas kaca, dan anak tangga.
Kebisingan itu menempel
di ragaku, sekali waktu. Aku menemukan diriku di tengah orang-orang yang terkadang suka mencari-cari perkara di muasal yang fana. Mereka gemar berteriak dan berkata banyak. Semua
orang merayakan kehebatannya dan menyombongkan hasil yang telah diusahakannya
dalam setahun atau semalam. Jejak mereka tertinggal di bayang-bayang yang
berhasil diamankan.
Entah, ketika ragaku
berkawan dengan kebisingan yang semula aku cemaskan. Jiwaku berteduh di lampu
temaram. Waktu itu gelap, yang kulihat hanya seberkas kesanggupan dan
kesabaran. Dan aku terjerembab.
Catatan:
Kalau kamu tidak mengerti
apa maksudku, pahamilah menurut perspektifmu sendiri. Aku tidak hadir untuk menuliskan
penggambaran gamblang. Aku menulis ini untuk mengungkapkan ingatan, yang
terkadang hanya butuh waktu luang dan sedikit nafas yang tidak memburu. Suatu saat ketika kamu membaca ingatanku, bisa jadi aku sudah hanyut bersama kelu.
No comments:
Post a Comment