Showing posts with label Poems. Show all posts
Showing posts with label Poems. Show all posts

Sunday, November 4, 2018

Mencobai Diri Sendiri


melalui kesempatan yang mengetuk pintu
aku membiarkan ia masuk
di ruang tengah yang hangat dipenuhi wangi sup buatan Ibu
kupersilakan ia duduk

menenggak sup itu panas-panas
mengeluarkan resah amat lugas

tersedak kepingan wortel yang diiris tipis
menyayat lidah, kita teringat masa yang terselip sambil menangis

Saturday, February 3, 2018

you owe me a song

..........jazzy melodies..........

it was one of dark nights
which turns brighter
through the words we spent in boneless gestures

we greeted each other
through unspoken smiles
and we kissed
through the air

you caught me alone
tossed in anonymity
but we,
passed each other in hurry

Thursday, February 1, 2018

Doorman

I found you alone,
hidden in bushes
listening to your intuitive mind,
heartwarming melodies

you knocked my unlocked door
surprise, surprise
eye-to-eye

I finally sip your aching soul
stuck in a deep stance of its limbo
intriguing the evil in me
and my blood streams a river of joy

I finally sip your kindest words in vain
(simplest or longest phrase
my brain remains blithe)

all the memories, rejections, and craps
remain the same

and we,
remain the gap

we're all facing our rejections
you with my sinnest past
and me,
with your present numbness

we are all fragile,
and afraid of things

Saturday, March 26, 2016

Menyatukan Serpihan

Puisi-puisi malamku kerap berkawan dengan bisingnya isi otakku. Ia tumpah. Warnanya merah, sunyi, suka, sesal, cinta, amarah. Kali ini, ia harus berdamai dengan serpihan ingatanku yang berserakan di parfum mobil, tempat tidur, udara malam yang membuat paru-parumu busuk, pintu rumah, gelas kaca, dan anak tangga.

Kebisingan itu menempel di ragaku, sekali waktu. Aku menemukan diriku di tengah orang-orang yang terkadang suka mencari-cari perkara di muasal yang fana. Mereka gemar berteriak dan berkata banyak. Semua orang merayakan kehebatannya dan menyombongkan hasil yang telah diusahakannya dalam setahun atau semalam. Jejak mereka tertinggal di bayang-bayang yang berhasil diamankan.

Entah, ketika ragaku berkawan dengan kebisingan yang semula aku cemaskan. Jiwaku berteduh di lampu temaram. Waktu itu gelap, yang kulihat hanya seberkas kesanggupan dan kesabaran. Dan aku terjerembab.


Catatan:
Kalau kamu tidak mengerti apa maksudku, pahamilah menurut perspektifmu sendiri. Aku tidak hadir untuk menuliskan penggambaran gamblang. Aku menulis ini untuk mengungkapkan ingatan, yang terkadang hanya butuh waktu luang dan sedikit nafas yang tidak memburu. Suatu saat ketika kamu membaca ingatanku, bisa jadi aku sudah hanyut bersama kelu.

Wednesday, January 6, 2016

Menjelma Geragih

apalah
tanpa pengetahuanmu

apalah
tanpa pengetahuanku

apalah
tanpa buku-buku yang mengantar kita
pada percakapan sore itu

(saat senja sedang terpuruk-puruknya,
mungkin matahari enggan legawa,
dan malam tidak mau berdamai dengan perantara)

sama-sama kecil
sama-sama tersingkir
sama-sama menepi

menanggalkan semua yang berbau
hingar bingar ruang dan orang,
dungu, sepi, dan semu

berharap dipagut kebaruan
mungkin,
dengan sedikit menukar angan
dan titik-titik yang menggelam

Wednesday, November 25, 2015

The Most Sincere Part of Dreadful Agony

Why spring
Brought us home
To know and not-to-know
In such perplexing autonomy

I gave up on all puzzled intuitions
Bumped into breathless symphony
Scuffed

Have I ever seen you?
Perches in broken spaces,
Tasteless kisses,
Random night drives

Your misty shadows
Hanging and yelling
Vining over bedroom walls
Where the crumbs pour me all night long

Until then,
Who are you?

Monday, May 25, 2015

Dust


Lonely,
Seeing granny whispering politely
Asking the goods for honey
In front of Holy Mary

We are ashes

Contemplating promises

Faking happiness

Sunday, February 8, 2015

Pendakian

Kepada pendar sinar yang merasuk ke ruang melalui celah dan lubang
Pendaki menemukan puncak tanpa bisa pulang

Kepada siang yang penuh perjuangan dan akal-akalan kenikmatan
Peluh berjatuhan, mendaki dalam rintihan

Kepada sore yang memagut surya kembali ke lini horizontal
Menggiring terang yang semula bernafas dalam tapal

Kepada petang yang sunyi dan layu dimakan suram
Pendaki bernyanyi nyaring tapi hatinya diam

Sehari, semoga kabut menghilang
Mengantar pendaki kembali ke dataran terang

Sebelum terperosok lagi ke terjalan pasir penuh asa
Tak satupun yang nyata dan berwujud rasa

Ada hampa yang mengakar, memecahkan batuan dibantu tetes air konstan
Kalut, sendirian

Tuesday, July 22, 2014

Bunyi-bunyi Deklarasi

Kaki-kaki berselimut lumpur berbaris manis
Berderap menuju tangga kecil ke arah panggung
Irama jantung memburu senada, perlahan menjauh dari ruang kaca
Bedak dan warna-warni kimia berbungkus cantik dibiarkan merana
Dari sudut tangga lainnya, berdiri pula kerumunan berpakaian senada

Panggilan untuk mereka pun berkumandang
Hembusan nafas yang dipaksa keluar semakin berat
Dari kiri dan kanan beriringan masuk ke panggung berbatas tirai merah tua
Seiring derap kaki dari arah berlawanan datang
Bergemuruh tepuk tangan dan kicauan senang
Serta ratusan ribu mata elang yang siap menerkam tajam

Kata mereka, ini pesta
Demikian ia begitu kuat dilontarkan dimana-mana
Tapi aku lebih senang memaknainya sebagai pertunjukkan
Dimana aktor-aktornya memiliki kepentingan
Dan para penontonnya punya andil untuk ikut ambil bagian

Aku tidak punya batasan dimana aku harus ditempatkan
Tentu, aku sudah menjadi penonton yang baik dengan membuat jariku ungu
Keterbukaan dan kebebasan yang katanya dijamin ini
Memungkinkan aku untuk bisa loncat kesana kemari
Menjadi penonton, juri, atau aktor yang suka improvisasi
Atau cleaning service yang sering terlupakan di pantry

Tirai itu masih tertutup tenang, sudah lama ia berdebu dan usang
Dua kacung siap membuka dengan memencet tombolnya di ujung pelataran
Tapi, tunggu dulu...
Siapkah kita semua membuka diri terhadap pertunjukkan ini?
Yang akan dimulai tidak lama lagi