Oh, halo.
Rupanya di tahun 2017 ini aku belum menambahkan satu tulisan pun disini.
Jadi kuputuskan untuk menceritakan apa yang sudah terjadi dengan diriku sejauh
ini, meskipun dengan alurnya yang kacau, lini masa yang tidak linear, dan kejadian
yang saling tumpang tindih.
Aku meninggalkan Jogja dengan menggenggam gelar sarjana dan pekerjaan di
tangan. Mimpiku untuk bisa mengosongkan diri dengan menjelajah tempat-tempat
yang belum pernah aku kunjungi setelah lulus kuliah ternyata belum berhasil. Aku
keburu diikat perjanjian kerja sebelum wisuda. Memasuki dunia kerja, mungkin aku
menjadi salah satu dari kamu yang sesekali mengeluh tentang pekerjaanmu (wajar
kan?). Namun pada akhirnya menyadari bahwa tempat dimana aku bekerja sekarang masih
menjadi yang terbaik bagiku (sampai saat ini). Paling tidak, inilah jawaban
atas doaku melalui untaian yang kupanjatkan selama 9 hari berturut-turut. (Iya,
Novena. Aku hina tapi kadang masih suka berdoa). Lagipula, aku merasa masih
harus banyak belajar disini. Perjalananku masih panjang.
Aku kembali ke Jakarta, berkumpul kembali dengan kedua orang tuaku dan
menghabiskan sabtu-mingguku dengan mereka. Kegiatannya selalu sama. Sabtu
adalah waktu untuk bangun siang. Terkadang kami bisa seharian berada di rumah
bermalas-malasan kalau aku tidak ada janji pergi dengan teman-temanku. Minggu,
hari yang tidak bisa diganggu gugat. Kami harus ke gereja pagi, kemudian makan,
kontrol dokter kulit, dan belanja mingguan. Mengikuti misa di gereja Katolik
mana saja (toh liturgisnya sama). Aktivitas setelah gereja biasanya kami
lakukan di mall favorit kami di daerah Jakarta Utara. Membeli makanan yang
itu-itu saja, biasanya sushi, soto, atau masakan Manado. Membeli krim wajah dan
vitamin rambut yang itu-itu saja di Erha. Belanja mingguan dengan komposisi
belanjaan yang itu-itu saja: sereal, lemon, daun ginseng, susu rendah lemak, brokoli, granola, wortel, tomat, yogurt, plum, selada.
Aku kembali bersama dengan orang yang sama. Kebetulan kami dipertemukan di
satu siang yang panas, di kota yang juga gersang serta dipenuhi bangunan tua dan rel kereta di pinggiran trotoar jalan utamanya.
Hari itu diawali dengan penuh keputusasaan. Kemudian kami duduk di kedai kopi,
diselimuti pendingin ruangan yang membantu kami meluruhkan keringat dan
kekakuan yang tinggi. Masih dengan “aku ingin tahu kabar terbarumu” yang rapih
disimpan di kepala masing-masing. Sadar akan waktu berlalu yang ternyata tidak mampu menghanyutkan ragu, akhirnya kami bersama, berharap sejalan dengan semesta.
Ketiga paragraf di atas selalu didahului
dengan “aku”, karena ini memang cerita mengenai diriku.
---
Surabaya, 12 Mei 2017
Surabaya, 12 Mei 2017
No comments:
Post a Comment