Siapa Diana?
Diana adalah teman kecilku. Ia ringan dan berwarna biru. Diana memiliki kembaran yang jumlahnya banyak sekali dan tersebar di seluruh dunia. Aku senang bagaimana Lomo memberi nama yang sangat personal: Diana. Aku tidak ingin memberi tambahan nama depan atau belakang, cukup Diana saja, dan dia sudah spesial untukku. Bagaimana tidak, aku sudah menginginkan kamera ini sejak aku masih duduk di bangku SMP. Hmm... Kira-kira tahun 2009. Pada saat itu, Lomo memang sedang naik daun dengan kemunculan berbagai kamera plastik lainnya. Sampai akhirnya aku memilikinya sekarang, bermodalkan satu hal yang sangat sering Raras lakukan: impulsivitas!
Diana ini imut sekali, ia muat dalam genggaman dan tidak memberatkan leher ketika dikalungkan. Suka menemaniku bepergian dan sering mendapatkan banyak komentar salah alamat berupa, "Wah, kalungnya bagus ya!". Yap, begitulah Diana. Mungil dan penuh kejutan.
Diana ini imut sekali, ia muat dalam genggaman dan tidak memberatkan leher ketika dikalungkan. Suka menemaniku bepergian dan sering mendapatkan banyak komentar salah alamat berupa, "Wah, kalungnya bagus ya!". Yap, begitulah Diana. Mungil dan penuh kejutan.
Aku dan Diana. Difoto oleh @rosawinenggar menggunakan kamera Kodak analognya. |
Perjalanan Pertama Diana
Kali ini, aku akan menceritakan perjalanan pertamaku dengan Diana.
Sebelum dibawa bepergian ke Beijing, Diana terlebih dahulu menyusuri jalanan Jakarta.
Sebelum dibawa bepergian ke Beijing, Diana terlebih dahulu menyusuri jalanan Jakarta.
Jakarta dan isi-isi harapannya yang saling bersinggungan, berhimpitan |
Kuningan-Kasablanka di saat lengang |
Beijing Capital International Airport
Wah, ternyata Diana membutuhkan lebih banyak cahaya.
Selamat datang di Beijing! |
Diana lebih melirik iklan Vivo dibandingkan aku yang sudah lepek mendorong gunungan koper |
Keduanya sedang membaca |
Jendela belakang kereta bandara |
Beijing Scitech Outlet
Pusat perbelanjaan yang santai. Orang tidak banyak tergesa.
"Coba fotoin ya aku menghadap belakang" |
Duduk santai mengamini angan |
Membeli Apel di Pinggir Jalan
Keluargaku suka makan buah. Ketika dalam perjalanan menuju Ming Tomb, kami melihat penjual apel di pinggir jalan. Tanpa pikir panjang, kami meminta supir taksi untuk berhenti sejenak, kami mau beli apel yang besar-besar!
Keluargaku suka makan buah. Ketika dalam perjalanan menuju Ming Tomb, kami melihat penjual apel di pinggir jalan. Tanpa pikir panjang, kami meminta supir taksi untuk berhenti sejenak, kami mau beli apel yang besar-besar!
Meskipun terkendala bahasa, sorotan kamera dan izin untuk mengambil potret dirinya melalui bahasa senyuman ternyata berhasil membuahkan senyum pula darinya |
Apel merah, besar, segar |
Taksi di Beijing sudah pakai Mazda 2. Oiya, ini bukan supirnya ya. |
Ming Tomb
Ming Tomb, sesuai namanya, ini adalah kompleks peristirahatan terakhir Raja Ming. Tempat ini wajib kami kunjungi karena letaknya cukup dekat dengan tempat tinggal kami di Fuxue Road, Changping. Kompleks Ming Tomb ini luas sekali. Aku lebih suka menghabiskan waktu seharian di satu tempat yang luas dan banyak hal untuk dijelajahi, daripada seharian kesana-kemari tapi tak bisa secara utuh menikmati (baca: aku lebih suka jalan-jalan sendiri daripada ikut tur wisata).
Ming Tomb, sesuai namanya, ini adalah kompleks peristirahatan terakhir Raja Ming. Tempat ini wajib kami kunjungi karena letaknya cukup dekat dengan tempat tinggal kami di Fuxue Road, Changping. Kompleks Ming Tomb ini luas sekali. Aku lebih suka menghabiskan waktu seharian di satu tempat yang luas dan banyak hal untuk dijelajahi, daripada seharian kesana-kemari tapi tak bisa secara utuh menikmati (baca: aku lebih suka jalan-jalan sendiri daripada ikut tur wisata).
Berfoto di depan gerbang supaya sah! |
Ibuk dan topi bundar yang baru dibeli di pinggir jalan |
Jalan, jalan, jalan. Jalan sejauhnya, cukup kaki jadi tumpuan. |
Tidak bisa kubaca, tapi pasti ada harapan terukir di atasnya |
Malam di Changping District
Tidak ada kedai kopi yang terjangkau pandangan, restoran cepat saji jadi pilihan.
Tanpa kopi tidak masalah, hanya ingin yang segar-segar |
Kopi dingin yang hampir tandas |
Bunga-Bunga
Bunga, segala jenis bunga, menjadi favorit ibuku.
Ia akan selalu mendekati rimbunan bunga dan mengabadikan dengan kamera gawainya.
Bunga, dan Bapak Ibuk yang selalu berbunga-bunga. Semoga. |
Tongsis jangan sampai lupa! |
Aku rasa, aku harus mengenal Diana lebih dalam. Karena beberapa memori yang aku rekam melaluinya belum sepenuhnya sempurna. Masih banyak gambar yang blur, terlalu banyak cahaya, atau terlalu gelap. Tapi, pembelaanku, memang bukan kapasitas Diana untuk bisa menghasilkan gambar yang sepenuhnya sempurna (atau hanya alibiku saja sebagai pemilik Diana pemula, hahaha).
Ya, saatnya membawa Diana berkelana lagi!
Keterangan:
Kamera : Lomo Diana Mini
Film : AgfaVista400
Cuci Scan : Soup n' Film
No comments:
Post a Comment